Pengelolaan kelas yang
efektif akan memaksimalkan kesempatan pembelajaran murid (Charles, 2002;
Everstson, Emmer, & Worsham, 2003). Manajemen kelas yang mengorientasikan
murid pada sikap pasif dan patuh pada aturan ketat dapat melemahkan
keterlibatan murid dalam pembelajaran aktif, pemikiran, dan konstruksi
pemikiran sosial (Charles & Senter, 2002). Tren baru dalam manajemen kelas
lebih menekankan pada pembimbingan murid untuk lebih mau berdisiplin dan tidak
terlalu menekankan pada kontrol eksternal atas murid (Freiberg, 1999). Dalam
tren yang lebih menekankan pada pelajar, guru lebih dianggap sebagai pemandu,
koordinator dan fasilitator. Mode pembelajaran yang baru bukan mengarah pada
mode permisif.
Dalam menganalisis lingkungan kelas, Walter Doyle (1986)
mendeskripsikan enam karakteristik yang merefleksikan kompleksitas dan potensi
problemnya :
1
11. Kelas
adalah multidimensional
Kelas adalah setting untuk banyak
aktivitas (akademik, sosial, dan berdebat). Tugas harus diberikan, dimonitor,
dikoreksi, dan dievaluasi.
22. Aktivitas
terjadi secara simultan
Satu cluster murid mungkin
mengerjakan tugas menulis, yang lainnya mendiskusikan cerita bersama guru, dan
murid lainnya mengerjakan tugas yang lain, dan lain-lain.
33. Hal-hal
terjadi secara cepat
Kejadian sering kali terjadi di
kelas dan membutuhkan respons cepat. Misalnya dua murid yang berdebat,
mengeluh, menyontek, mengejek, mencoret-coret, dan sebagainya.
44. Hanya
ada sedikit privasi
Kelas adalah tempat publik di mana
murid melihat bagaimana guru mengatasi masalah, melihat kejadian yang tidak
terduga, dan mengalami frustrasi.
55.
Kelas
punya sejarah
Murid punya kenangan tentang apa
yang terjadi di kelas pada waktu dahulu. Mereka ingat bagaimana guru menangani
perilaku yang bermasalah, bersikap pilih kasih, dan bagaimana guru menepati
janjinya.
66.
Kejadian
sering kali tidak bisa diprediksi
Meskipun membuat rencana dengan
hati-hati dan rapi, kemungkinan besar akan muncul kejadian di luar rencana :
alarm kebakaran berbunyi, seorang murid sakit, dua murid berkelahi, komputer
rusak, pertemuan tak terduga, dan lain-lain.
“Prinsip Penataan Kelas“
Berikut
ini empat prinsip dasar yang dapat dilakukan untuk menata kelas (Evertson,
Emmer, & Worshman, 2003) :
Kurangi kepadatan di tempat lalu-lalang
Pastikan bahwa anda dapat dengan muda melihat semua murid
Materi pengajaran dan perlengkapan murid harus mudah diakses
Pastikan murid dapat dengan mudah melihat semua presentasi kelas
“Gaya
Penataan Ruang Kelas”
1.
Gaya auditorium = dimana semua murid duduk menghadap guru.
2.
Gaya tatap muka = dimana murid saling menghadap.
3.
Gaya off-set = dimana sejumlah murid (biasanya tiga atau empat murid) duduk di bangku, tetapi tidak duduk berhadapan satu sama lain.
4. Gaya seminar = dimana sejumlah besar murid
(sepuluh atau lebih) duduk di susunan berbentuk lingkaran, atau persegi, atau
berbentuk U.
5. Gaya klaster = dimana sejumlah murid
(biasanya empat sampai delapan anak) bekerja dalam kelompok kecil.
Thomos
Gordon (1990), mengatakan bahwa huubungan guru dan siswa dikatakan baik apabila
hubungan itu memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1. Keterbukaan, sehingga baik guru maupun
siswa saling bersikap jujur dan terbuka diri satu sama lain
2. Tanggapan bilamana seseorang tahu bahwa dia
dinilai oleh orang lain.
3. Saling Ketergantungan, antara satu dengan
yang lain
4. Kebebasan, yang memperbolehkan setiap orang
tumbuh dan mengembangkan keunikannya, kreativitasnya, dan kepribadiannya
5. Saling memenuhi kebutuhan, sehingga tidak
ada kebutuhan satu orang pun yang tidak terpenuhi.
3
C dalam manajemen kelas dan sekolah :
ü Cooperative community
ü Constructive conflict resolution
ü Civic values
0 comments:
Post a Comment